Selasa, 06 Oktober 2009




Setelah mengetahui bahwa mentornya, Chang Cong, sakit keras, Li Er, mengunjunginya. Terlihat jelas bahwa Chang Cong mendekati akhir hidupnya.

"Guru, apakah Guru mempunyai pengajaran terakhir untukku?" kata Li Er kepadanya.

"Sekalipun kamu tidak bertanya, aku pasti akan mengatakan sesuatu kepadamu." jawab Chang Cong

"Apa itu?"

"Kamu harus turun dari keretamu bila kamu melewati kota kelahiranmu."

"Ya Guru. Ini berarti bahwa seseorang tidak boleh melupakan asal-usulnya."

"Bila kamu melihat pohon yang tinggi, kamu harus maju dan mengaguminya."

"Ya, Guru. Ini berarti saya harus menghormati orang yang lebih tua."

"Sekarang, lihat dan katakan apakah kamu dapat melihat lidahku?" kata Chang Cong, menundukkan dagunya dengan susah payah.

"Ya."

"Apakah kamu melihat gigiku?"

"Tidak. Tak ada gigi yang tersisa."

"Kamu tahu kenapa?" tanya Chang Cong

"Aku rasa," kata Li Er setelah berpikir sejenak, "lidah tetap ada karena lunak. Gigi rontok karena mereka keras. Benar tidak?"

"Ya, anakku," angguk Chang Cong. "Itulah kebijaksanaan dunia. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu."

Dan meninggal lah Chang Cong.

Di kemudian hari seorang pertapa tua mengatakan : "Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang selunak air. Namun tidak ada yang mengunggulinya dalam mengalahkan yang keras. Yang lunak mengalahkan yang keras dan yang lembut mengalahkan yang kuat. Setiap orang tahu itu, tapi sedikit saja yang mempraktikkannya."

Ya, anda benar. Pernyataan itu adalah kutipan terkenal dari risalah klasik China kuno yang berjudul Dao De Jing. Penulisnya adalah Lao Zi. Li Er adalah nama masa mudanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar